
KS Orka memperluas kapasitasnya melewati 200 MW lewat proyek Sorik Marapi
Ini menjadi tonggak penting bagi salah satu proyek listrik bersih terbesar di Indonesia.
KS Orka Renewables Pte Ltd. kini memiliki kapasitas panas bumi total lebih dari 200 MW setelah Unit 5 Pembangkit Listrik Panas Bumi Sorik Marapi di Mandailing Natal, Sumatra Utara, mulai beroperasi.
Penambahan 33 MW ini menjadi tonggak penting bagi salah satu proyek listrik bersih berskala besar di Indonesia.
“Proyek ini menunjukkan fokus kami pada skala, inovasi, dan kontribusi jangka panjang bagi bauran energi terbarukan Indonesia,” kata Yan Tang, COO KS Orka Renewables, kepada Asian Power.
Sejak mengambil alih konsesi pada 2016, KS Orka terus memperluas Sorik Marapi: 45 MW dari Unit 1 pada 2019, 45 MW lagi pada 2021, 55 MW pada 2022, 27 MW pada 2023, dan 33 MW tahun ini.
Perusahaan berbasis Singapura ini juga mengembangkan Pembangkit Listrik Panas Bumi Sokoria di Ende, Nusa Tenggara Timur. Dengan kapasitas 8 MW sejak 2021 menggunakan sistem ORC penuh, Sokoria sudah memasok sekitar setengah listrik Ende. Ekspansi 11 MW yang sedang disiapkan akan meningkatkan output menjadi 19 MW. “Ekspansi ini bisa menjadikan Ende salah satu wilayah pertama di Indonesia yang sepenuhnya menggunakan energi terbarukan,” ujar Tang.
Indonesia menargetkan 44% bauran listrik dari sumber bersih pada 2030, naik dari sekitar 12% saat ini. Rencana nasional memproyeksikan 75 GW proyek terbarukan dalam 15 tahun ke depan. Tang menekankan bahwa Sorik Marapi dan Sokoria langsung mendukung target ini.
Salah satu strategi KS Orka adalah teknologi ORC dari Kaishan Group, yang menangkap uap dan air panas residual untuk menghasilkan listrik tambahan tanpa pengeboran baru. “Artinya, kami bisa menghasilkan lebih banyak dari sumur yang sama, menekan biaya produksi, dan menjaga harga listrik tetap kompetitif,” kata Tang. Teknologi ini juga memungkinkan pemanfaatan lapangan panas bumi dengan tekanan uap lebih rendah yang sebelumnya dianggap tidak ekonomis, dan sudah diterapkan di sembilan lokasi di Indonesia.
Selain teknologi, KS Orka menekankan pengembangan komunitas. Di Sorik Marapi, ada program pertanian jagung dan kopi, budidaya perikanan, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Di Sokoria, fokus pada pelatihan keterampilan, komunikasi transparan, dan memastikan masyarakat mendapat manfaat. “Energi bersih harus melayani lingkungan sekaligus warga sekitar proyek,” ujarnya.
Tantangan tetap ada, terutama dalam membangun pemahaman publik di daerah terpencil. “Komunitas kadang memiliki literasi energi terbatas, yang bisa menimbulkan kesalahpahaman,” kata Tang. KS Orka mengatasi ini dengan koordinasi bersama pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat sosialisasi dan kepercayaan.
Dengan Indonesia memegang sekitar 40% cadangan panas bumi dunia tetapi baru memanfaatkan 12%, potensinya masih sangat besar. “Proyek ini mencerminkan visi bahwa energi bersih bukan hanya menggantikan fosil, tapi membangun masa depan lebih baik bagi warga sekitar sumber daya,” pungkas Tang.