
CPI kembangkan biomassa bambu ke proyek hybrid yang lebih besar
Warga lokal menggerakkan inisiatif energi terbarukan berbasis komunitas di Indonesia.
Clean Power Indonesia (CPI), pelopor pembangkit listrik berbasis biomassa bambu di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, tengah meningkatkan inisiatif energi terbarukannya melalui proyek hybrid berkapasitas 30 megawatt (MW) di Atambua, Timor, serta rencana mewujudkan 100% energi terbarukan di Nusa Penida sebelum target net-zero Bali 2045.
Proyek awal CPI di Mentawai menghadirkan 700 kilowatt (kW) listrik untuk 1.233 rumah di tiga desa—Saliguma, Madobag, dan Matotonan.
Inisiatif senilai US$14 juta yang dijalankan PT Carta Putra Indonesia dan didanai Millennium Challenge Corp. AS ini menggantikan pembangkit diesel mahal dengan biomassa bambu sekaligus menciptakan sumber pendapatan baru bagi masyarakat lokal.
“Pulau-pulau kecil di Indonesia tak bisa bergantung pada model energi seperti India atau Tiongkok—kita butuh solusi yang sesuai dengan realitas lokal,” ujar Jaya Wahono, Presiden Direktur CPI, kepada Asian Power.
Fasilitas Mentawai kemudian diserahkan ke Bappenas dan pemerintah daerah, menjadi model energi berbasis komunitas. Warga membentuk koperasi untuk menanam bambu, menyuplai bahan bakar, sekaligus membeli listrik dari PT PLN (Persero) Tbk, sehingga rantai pasok dan permintaan terbentuk secara lokal.
Program ini menghasilkan sekitar US$122.000 (Rp2 miliar) per tahun dari penjualan bambu, sekaligus berpotensi menghemat hingga US$857.000 (Rp14 miliar) per tahun dari pengurangan konsumsi diesel.
“Dengan menjadikan masyarakat sekaligus penyedia biomassa dan pengguna listrik, keberlanjutan bisa terjamin—karena mereka punya kepentingan langsung terhadap keberhasilan sistem,” kata Wahono.
Salah satu inovasi lain adalah biochar, produk samping gasifikasi bambu. Awalnya digunakan untuk memulihkan tanah rusak, kini biochar tengah dikembangkan sebagai pengganti kokas batu bara dalam industri baja.
“Dengan biochar, kita dapat tiga keuntungan sekaligus—pengurangan emisi, perbaikan tanah, dan potensi pendapatan dari kredit karbon,” tambahnya.
Teknologi ini menjadi inti proyek CPI di Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang kini memasuki tahap persiapan bahan baku dan finalisasi studi kelayakan. Proyek hibrida yang mengintegrasikan biomassa, surya, dan angin ini masuk dalam rencana jangka panjang PLN, ditargetkan mencapai kapasitas 30 MW untuk menggantikan proyek batu bara yang mandek di wilayah tersebut.
Di Nusa Penida, CPI membidik target lebih ambisius: 100% energi terbarukan pada 2030, yang telah masuk ke program strategis pemerintah provinsi Bali.
Sistemnya akan memanfaatkan kayu gamal sebagai biomassa—daunnya untuk pakan ternak, batangnya sebagai bahan bakar—serta tenaga surya dan penyimpanan baterai. Listrik akan dijual ke PLN melalui kontrak jangka panjang.
“Masyarakat di sini paham bahwa ini bukan sekadar soal listrik—tetapi juga pekerjaan, pendapatan, dan lingkungan yang lebih sehat,” ujar Wahono.
Proyek Nusa Penida sudah menarik investasi dari salah satu perusahaan besar Indonesia dan diproyeksikan menjadi pusat pembelajaran bagi pulau-pulau kecil di seluruh nusantara.
Ketimpangan akses listrik di Indonesia membuat proyek semacam ini kian penting. Konsumsi listrik per kapita di Jakarta mencapai 6.000 kWh, jauh di atas rata-rata nasional 1.000 kWh. Di daerah terpencil seperti Mentawai dan NTT, konsumsi hanya 200 kWh—setara dengan Afrika Sub-Sahara.
“Proyek Mentawai adalah bukti konsep,” ujar Wahono. “Sekarang, Nusa Penida akan menjadi bukti skala.”