Indonesia hadapi kesenjangan dalam evakuasi medis udara | Asian Business Review
, Indonesia
8461 views
CEO Flying Doctor Indonesia, Vika Cokronegoro

Indonesia hadapi kesenjangan dalam evakuasi medis udara

Flying Doctor Indonesia hanya mampu melayani kurang dari 12% dari sekitar 600 permintaan evakuasi tiap tahunnya.

Permintaan evakuasi medis udara di Indonesia terus melampaui kapasitas yang tersedia, membuat banyak pasien harus menunggu transfer darurat.

Flying Doctor Indonesia, yang dioperasikan PT Air Ambulance Indonesia, hanya mencatat 50–70 penerbangan evakuasi per tahun, sementara jumlah permintaan mencapai 600. CEO Vika Cokronegoro mengatakan keterbatasan armada pesawat masih menjadi hambatan terbesar.

“Permintaan terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi kendalanya ada pada jumlah pesawat yang terbatas,” ujarnya kepada Healthcare Asia. “Ketika pesawat masuk perawatan atau kru sudah mencapai batas jam terbang, pasien pasti harus menunggu.”

Rumah sakit spesialis terkonsentrasi di kota besar, sehingga pasien di daerah terpencil bergantung pada transfer udara. Indonesia juga belum memiliki pusat komando medis nasional, yang membuat akses data medis cepat menjadi sulit.

“Mempersiapkan ambulans udara berbeda dengan rumah sakit yang bisa langsung merespons dengan ‘code blue’,” kata Vika. “Semuanya harus disiapkan dari awal—ventilator, pompa infus, perangkat monitoring—kalau tidak, risikonya sangat tinggi.”

Ambulans di daerah pedesaan sering kali hanya membawa peralatan dasar, sehingga memperlambat transfer ke bandara. Perjalanan dari desa bisa memakan waktu hingga empat jam, sementara bandara kecil yang tutup pada malam hari menyebabkan keterlambatan lebih lanjut.

Setiap misi dimulai dengan penilaian apakah pasien bisa terbang secara komersial atau memerlukan ambulans udara khusus. Tim operasi kemudian mengurus izin, menyiapkan dokumen, dan memastikan rumah sakit rujukan siap menerima pasien.

“Surat penerimaan dari rumah sakit sangat penting,” ujar Vika. “Kami tidak bisa tiba di rumah sakit lalu mendapati mereka belum siap menerima pasien. Itu bisa sangat berbahaya.”

Flying Doctor Indonesia dapat menangani dua hingga tiga penerbangan per hari jika pesawat tersedia, meski banyak permintaan tidak terlayani karena biaya, kondisi pasien yang memburuk, atau keterbatasan armada.

Salah satu kasus menonjol adalah bayi berusia sembilan bulan yang diterbangkan ke India untuk transplantasi hati. “Keluarga hanya bisa mengumpulkan US$12.000 (Rp200 juta), sementara di Indonesia biayanya bisa mencapai US$72.000 (Rp1,2 miliar). Dengan dukungan rumah sakit mitra di India dan yayasan donor, bayi itu akhirnya bisa menjalani operasi,” kata Vika.

Wisatawan dan perusahaan juga menjadi klien tetap. Evakuasi darurat di Gunung Rinjani telah menyelamatkan nyawa, sementara perusahaan tambang dan minyak menggunakan layanan ini karena lokasi mereka jauh dari rumah sakit.

Untuk menjaga keselamatan, Flying Doctor Indonesia melengkapi pesawat dengan ICU portabel, ventilator, dan perangkat monitoring. Konsultasi gratis juga diberikan untuk membantu pasien memilih rumah sakit dan dokter yang tepat.

Integrasi telemedisin juga direncanakan untuk mempercepat triase dan rujukan.

“Target kami adalah memperluas jaringan, meningkatkan kompetensi tim medis, dan membangun sistem koordinasi digital yang lebih cepat,” kata Vika. “Indonesia sangat luas, dan tanpa sistem darurat kesehatan nasional, akses akan tetap terbatas.”

KS Orka memperluas kapasitasnya melewati 200 MW lewat proyek Sorik Marapi

Ini menjadi tonggak penting bagi salah satu proyek listrik bersih terbesar di Indonesia.

MQDC melihat meningkatnya minat investor terhadap hunian mewah ramah lingkungan

The Forestias di Bangkok menghadirkan berbagai fasilitas dalam satu tata ruang terpusat.

Rumah tangga yang makin kecil memicu krisis perumahan di Asia-Pasifik

Pembangunan yang lebih cepat dan perluasan pasar sewa bisa menjadi solusi untuk masalah ini.

CPI kembangkan biomassa bambu ke proyek hybrid yang lebih besar

Warga lokal menggerakkan inisiatif energi terbarukan berbasis komunitas di Indonesia.

Bagaimana Jepang dapat menghidupkan kembali komitmennya pada energi terbarukan

Negara tersebut menghadapi tantangan dari sisi sistem maupun regulasi.

Kawasan Asia-Pasifik perlu selaraskan rencana energi dan pusat data

Akses terhadap energi terbarukan menjadi kunci bagi perluasan pasar.

APAC memimpin pertumbuhan energi nuklir

Ketegangan geopolitik dan harga bahan bakar fosil mendorong upaya diversifikasi.

Ciputra Mitra Hospital percepat penanganan jantung dan stroke

Begitu pasien tiba, kode jantung atau stroke langsung diaktifkan.

Peralihan China dari batu bara ke hidrogen terhambat oleh biaya tinggi dan keterbatasan infrastruktur.

Hidrogen hijau membutuhkan pasokan energi terbarukan yang besar dan penyimpanan yang mahal.

Indonesia hadapi kesenjangan dalam evakuasi medis udara

Flying Doctor Indonesia hanya mampu melayani kurang dari 12% dari sekitar 600 permintaan evakuasi tiap tahunnya.