
Bank dan asuransi di Filipina didorong mengadopsi AI yang berpusat pada manusia
Adopsi AI seharusnya berfokus pada inklusi keuangan, pengalaman nasabah, dan personalisasi.
Bank dan perusahaan asuransi di Filipina diingatkan untuk tidak melupakan sisi kemanusiaan dari bisnis mereka saat melakukan digitalisasi, khususnya dalam mengadopsi AI, demikian disampaikan oleh para pakar pasar dan eksekutif senior sektor keuangan kepada para peserta pagi hari dalam acara Asian Banking & Finance and Insurance Asia Summit 2025 – Manila.
Bankir sentral Melchor Plabasan membuka konferensi dengan membahas kondisi regulasi AI di Filipina.
Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) saat ini tengah mempersiapkan peluncuran regulasi yang akan mencakup aspek-aspek yang belum tersentuh dalam pengaturan AI. Ini termasuk penggunaan yang etis, pengelolaan bias, dan peningkatan akurasi, ujar Plabasan, yang menjabat sebagai direktur senior Departemen Pengawasan Inovasi dan Risiko Teknologi (Technology Risk and Innovation Supervision Department/TRISD) BSP.
“Berdasarkan hasil tinjauan tematik kami, sektor keuangan secara umum sudah siap untuk ikut serta dalam revolusi AI, khususnya dalam hal membekali diri dengan alat manajemen risiko yang tepat,” kata Plabasan kepada peserta konferensi di Hotel Makati Shangri-La, Manila, pada 11 Maret.
Bahkan sebelum peluncuran regulasi baru, Filipina sudah memiliki lima kebijakan dan peta jalan, serta tidak kurang dari delapan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan penggunaan AI secara bertanggung jawab.
Chief Transformation Officer UnionBank of the Philippines (UBP), Dennis Omila, melanjutkan sesi berikutnya dengan diskusi santai yang membahas perjalanan transformasi digital bank tersebut dan proses adopsi AI mereka.
Omila menekankan pentingnya memiliki platform untuk mengeksplorasi berbagai skenario penggunaan AI sebelum diimplementasikan secara luas.
“Kalau kita punya platform, kita bisa terus bereksperimen tanpa terlalu khawatir apakah eksperimen itu akan berhasil. Platform ini memungkinkan eksperimen dilakukan dengan lebih hemat dan cepat,” kata Omila.
Arah strategis yang tepat dalam menjelajahi AI juga menjadi hal penting, khususnya dalam menghadapi prioritas regulasi yang terus berubah, ungkap Christian Lauron, Financial Services Leader dan Partner di SGV & Co. (EY Philippines).
“Saya sempat berdiskusi dengan beberapa perencana strategis dan korporat. Kesimpulannya, perencanaan harus bersifat lincah dan fleksibel,” kata Lauron.
Salah satu penerapan AI yang paling krusial adalah dalam membayangkan ulang cara mengelola pengalaman nasabah, kata Clement Quek, APAC Digital Strategist di Adobe.
Kini, nasabah berharap perusahaan bersikap proaktif dan menawarkan saran yang dipersonalisasi, lanjut Quek.
“Institusi keuangan menyadari adanya peluang untuk melayani nasabah lebih baik dengan layanan yang dipersonalisasi demi meningkatkan kesehatan finansial dan kesejahteraan mereka,” katanya.
Inklusi keuangan
Inklusi keuangan memang mengalami kemajuan, tetapi tetap menjadi tantangan di Filipina. Mayoritas penduduk masih kurang terlindungi asuransi, dan penetrasi perangkat mobile lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk yang memiliki rekening bank, menurut Sari Mortel, Head of Payments untuk Filipina di J.P. Morgan, dan Noel Tordesillas, Head of e-channel, Business Channels di Etiqa, yang berbicara dalam panel diskusi pertama.
Hal ini menunjukkan potensi pertumbuhan besar di sektor perbankan dan asuransi, kata mereka.
Namun, teknologi digital bukanlah solusi tunggal.
“Pada akhirnya, teknologi digital bukanlah segalanya. Ini hanya alat pendukung. Digital tidak akan menyelesaikan semua masalah,” tegas Lito Villanueva, Executive Vice President sekaligus Chief Innovation & Inclusion Officer dan Kepala Digital Enterprise & Innovations Group di RCBC, yang juga menjadi pembicara dalam panel tersebut.
RCBC, misalnya, memiliki inisiatif First Kapitbahay ATM, yang melibatkan warung dan pelaku usaha kecil untuk memperluas jangkauan layanan ke wilayah pedesaan.
Menurut Dr. Adrienne Heinrich, Kepala AI Center of Excellence di UnionBank of the Philippines, infrastruktur yang lebih baik di wilayah rural akan berdampak signifikan tidak hanya pada inklusi keuangan, tetapi juga pendidikan.
Kolaborasi juga berperan besar, kata Heinrich, apalagi mengingat budaya UMKM Filipina yang unik dan mampu memberikan solusi “khusus” untuk berbagai kelompok nasabah.
UBP sendiri memiliki marketplace API yang memungkinkan perusahaan fintech dan pelaku bisnis lainnya mengintegrasikan layanan perbankan di Filipina.
Strategi bank digital
Para pemimpin bank digital turut membahas strategi untuk meraih sukses di pasar perbankan yang sudah sangat padat.
“Kuncinya adalah strategi data. Semua dimulai dan diakhiri dengan data,” kata Angelo Madrid, Presiden Maya.
Sementara itu, Co-CEO GoTyme Bank Albert Tinio menyoroti pentingnya memanfaatkan ekosistem. GoTyme, misalnya, bermitra dengan jaringan ritel dan supermarket Robinsons, memungkinkan nasabah melakukan tarik dan setor tunai langsung di toko-toko tersebut.
“Ini soal kepercayaan. Dan elemen terbesar dari kepercayaan adalah tidak menyerahkan semuanya pada digital,” kata Tinio. Kios layanan mereka, misalnya, dilengkapi dengan agen pendamping.
Personalisasi juga menjadi kunci untuk membangun kepercayaan nasabah. “Tingkat kepercayaan meningkat seiring waktu ketika saya merasa produk yang ditawarkan memang diprioritaskan untuk saya,” kata Kalidas Ghose, Chairman UNO Digital Bank.
Ia menambahkan, dalam pasar yang sangat kompetitif, inovasi yang membedakan akan menjadi senjata utama bank digital agar menonjol.
Mila Bedrenets, Chief Growth Hacker Tonik, mencatat bahwa masalah kepercayaan bukan dari nasabah ke bank digital, melainkan sebaliknya terutama saat menyasar pasar di akar rumput.
“Justru sebaliknya... karena pasar akar rumput tidak punya riwayat kredit dan sering kali tidak memiliki identitas resmi, sulit untuk memverifikasi siapa mereka dan apakah mereka akan mengembalikan pinjaman,” kata Bedrenets.
Kesejahteraan dan keamanan
Di luar inisiatif digital, bank dan perusahaan asuransi juga didorong untuk memperhatikan kesejahteraan nasabah dan karyawannya.
Dalam pidato utamanya, Sitti Reyes, Principal di Boston Consulting Group (BCG), memaparkan prioritas keuangan masyarakat Filipina.
Studi BCG menunjukkan bahwa impian terbesar warga Filipina adalah memiliki keamanan finansial terutama agar mampu mengatasi krisis kesehatan. Prioritas lainnya termasuk memiliki rumah impian, melunasi utang, dan bisa bepergian lebih sering, kata Reyes.
Hal ini tercermin dalam pola pengeluaran mereka untuk tahun mendatang. Mayoritas tidak berencana menambah pinjaman—baik rumah, kendaraan, atau pribadi. Sebaliknya, minat terhadap investasi justru meningkat, tambahnya.
Sementara itu, Chief People & Culture Officer FWD Insurance Philippines, Vita Guillen, membagikan inisiatif dukungan bagi karyawan, seperti aplikasi khusus untuk dukungan pribadi dan krisis.
Guillen juga menyampaikan bahwa FWD menyediakan program pengembangan dan dukungan pendidikan, termasuk bantuan biaya kuliah bagi karyawan yang ingin melanjutkan studi.
Keamanan yang lebih baik menjadi perhatian utama lainnya bagi institusi keuangan. Menurut Marlon Cruz, Senior Director of Business Solutions Consulting di Globe Business, bentuk autentikasi baru berbasis operator seluler bisa menjadi masa depan.
Melalui silent network authentication, jaringan seluler akan secara otomatis mengautentikasi transaksi pengguna menggunakan ponsel. Teknologi ini dapat mencegah manipulasi GPS karena proses autentikasi mencakup verifikasi lokasi perangkat saat transaksi berlangsung, jelas Cruz.