Geo Dipa, memperkuat kemajuan Indonesia dengan inovasi di panas bumi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini mencanangkan target 1.000 MW dari pembangkit listrik panas bumi pada 2060.
Meski memiliki sumber daya yang besar, pengembangan energi panas bumi Indonesia dinilai masih lamban dan tertinggal. Untuk mempercepat proses tersebut, pemerintah mengambil langkah serius dengan menjadikan PT Geo Dipa Energi (Persero) sebagai Special Mission Vehicle yang bertujuan untuk memperluas pengembangan panas bumi.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi pada 2022 sebesar 2.286 megawatt atau hanya 10% dari total potensi panas bumi Indonesia yang sekitar 23 gigawatt.
Beberapa kendala untuk mencapai potensi energi panas bumi secara penuh dapat ditelusuri dari risiko ketidakpastian yang tinggi di tahap pengeboran, di mana power purchase agreement (PPA) belum ada. Proses pengembangan geothermal cukup panjang, sekitar tiga tahun untuk eksplorasi dan tiga tahun lagi untuk konstruksi.
Di sisi lain, sumber energi baru terbarukan tidak dapat menggantikan energi fosil dalam jangka pendek.
“Untuk itu perlu ditetapkan regulasi dan kebijakan dalam jangka menengah dan panjang yang mendukung percepatan energi baru dan terbarukan,” kata Supriadinata Marza, Direktur Operasi & HSSE, Geo Dipa.
Berbicara kepada Asian Power mengenai tantangan tersebut, pria yang akrab disapa Rio ini mengatakan bahwa terdapat peluang yang sangat besar dalam pengembangan energi panas bumi. “Geothermal bisa menjadi base load pengganti pembangkit batu bara, karena mampu menyediakan pasokan listrik 24 jam sehari tanpa gangguan,” katanya.
Rio menjelaskan bahwa panas bumi tidak seperti batu bara yang bergantung pada harga komoditas global dan biaya transportasi. “Energi panas bumi dapat menghasilkan listrik secara konsisten, asalkan kita mengelola energi primer secara efektif dengan menyalurkan uap ke pembangkit listrik,” katanya.
Rio juga mencatat faktor ketersediaan energi panas bumi memiliki tingkat 90% hingga 95% dibandingkan jenis energi baru terbarukan lainnya seperti pembangkit listrik tenaga air dengan faktor ketersediaan hanya 30%.
Special Mission Vehicles
Dalam percepatan dan perluasan pengembangan panas bumi, Geo Dipa memiliki tugas khusus.
Pertama, sebagai BUMN, perseroan bertanggung jawab untuk mengatur, mengoperasikan, dan mengelola lapangan panas bumi yang sudah ada seperti Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Dieng di Jawa Tengah dan Patuha di Jawa Barat dengan tetap menerapkan nilai dan tujuan pemerintah.
Saat ini, Geo Dipa telah mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Dieng dan Patuha unit-1 dengan kapasitas terpasang masing-masing 60 MW gross.
Pembangunan unit 2 di Dieng dan Patuha sedang berjalan dengan kapasitas masing-masing 60 MW gross dan diproyeksikan selesai pada 2026.
Geo Dipa memperoleh kontrak penjualan energi (ESC) dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk ESC Dieng dan Patuha, yang ditandatangani pada 2004.
Perusahaan juga mendapat penugasan dari pemerintah untuk pengusahaan panas bumi di 2017 untuk WKP Candi Umbul Telomoyo dengan potensi 54 MW dan WKP Arjuna Welirang dengan potensi kapasitas 230 MW.
Kedua, peran Geo Dipa merambah menjadi Special Mission Vehicle (SMV) sesuai Permenkeu 80/2022.
Hal ini menempatkan perusahaan sebagai mekanisme untuk debottlenecking dan derisking dalam pengembangan panas bumi.
“Debottlenecking terutama membahas masalah pembiayaan, yang secara historis menghambat pengembangan panas bumi. Dengan demikian, Geo Dipa mendapatkan pendanaan baik dari ekuitas negara maupun dana hijau,” kata Rio.
Pengelolaan Green Fund ini berada pada BUMN lain, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (“PT SMI”), dengan sumber pendanaan potensial termasuk lembaga seperti World Bank.
“Mengingat risiko yang cukup besar yang melekat dalam eksplorasi, pengembang yang berhasil akan mendapatkan penggantian dana sepenuhnya, sementara mereka yang tidak berhasil berpotensi menerima pengampunan dalam jumlah maksimum 50%,” kata Rio.
Sementara, terkait derisking, peran utama Geo Dipa adalah melakukan studi komprehensif tentang eksplorasi panas bumi, yang merupakan risiko kritis dalam mengelola sumber energi ini.
Fase eksplorasi ini biasanya menargetkan lapangan yang kurang menarik, namun memiliki potensi distribusi yang dapat dieksploitasi, serta menanggung risiko harga yang mungkin membuatnya tidak layak secara ekonomi bagi pengembang.
“Melalui PMK PISP 80/2022, kami ditunjuk untuk memenuhi peran teknis, sementara PT SMI sebagai pengelola keuangan dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (IIGF) untuk ring fencing. Setelah Geo Dipa menyelesaikan survei dan kegiatan pengeboran, data tersebut kemudian dikembalikan ke pemerintah. Pengurangan risiko ini membuat lapangan lebih menarik dan terbuka untuk lelang,” kata Rio menjelaskan.
Lapangan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk Geo Dipa di bawah inisiatif government drilling dikategorikan sebagai lapangan hijau. Di antara lapangan hijau tersebut adalah WKP Jailolo yang terletak di Indonesia bagian timur.
Inovasi panas bumi
Untuk mendorong pemanfaatan energi panas bumi, Geo Dipa mengadopsi teknologi terkini guna mengoptimalkan pembangkit listrik secara lebih efisien.
Pemanfaatan energi panas bumi dibagi menjadi dua pendekatan: yaitu pemanfaatan langsung, di mana energi panas digunakan tanpa konversi; dan pemanfaatan tidak langsung, yang melibatkan konversi panas atau energi fluida menjadi tenaga listrik.
Geo Dipa sedang melakukan studi kelayakan untuk pemanfaatan langsung panas bumi, termasuk ekstraksi mineral dari air garam yang dipisahkan dari panas bumi.
Sejauh ini, mereka menemukan bahwa ada mineral terkait dalam proses tersebut seperti silika yang bisa menghasilkan silika koloid dan litium untuk menghasilkan lithium carbonate dan lithium hydroxide, yang memiliki nilai potensial atau nilai yang dapat menandingi keuntungan finansial dari pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Inovasi yang Geo Dipa lakukan tidak hanya dengan mengadopsi teknologi tetapi juga meluas hingga ke strategi pendanaan.
Selain mendapat dukungan dana dari pemerintah, BUMN ini juga mendapat pendanaan yang dikelola Asian Development Bank (ADB) melalui Clean Technology Fund (CTF) untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit-2 di Dieng dan Patuha serta Japan Fund Joint Crediting Mechanism (JFJCM) untuk proyek PLTP Patuha Unit-2.
JFJCM merupakan hibah investasi tambahan untuk peralatan terbaru yang dapat mengurangi emisi karbon dan meningkatkan kehandalan PLTP.
“Keuntungan pengembangan panas bumi adalah dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi yang efisien dan mengurangi emisi karbon atau CO2,” kata Rio kepada Asian Power.
Sedangkan untuk mendukung percepatan pengembangan panas bumi dan target net zero emission yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada 2060, diperlukan strategi dalam jangka menengah.
Rio menyarankan peran SMV bisa diperluas untuk mengembangkan brown field, tidak hanya green field, yang membutuhkan proses eksplorasi yang panjang sekitar 10-12 tahun untuk bisa beroperasi.
“Di brown field mungkin butuh waktu hingga lima tahun seperti yang kami lakukan di WKP Patuha Unit-2, yang menerima US$300 juta (Rp4,56 triliun) dalam pendanaan atau pinjaman lunak dari ADB dan eksploitasi kami telah mencapai 90% dengan sukses. rasio 70% dan dalam waktu 5 tahun sudah bisa menghasilkan listrik. Untuk mengimplementasikan hal ini (peran SMV di brown field) diperlukan regulasi dari pemerintah,” katanya.
Kontribusi
Dengan upaya pengembangan panas bumi yang dilakukan, Geo Dipa berhasil membukukan dividen kepada pemerintah sebesar Rp17,9 miliar (US$1,18 juta) pada 2022. Total bonus produksi perusahaan pada tahun 2015 di WKP Unit-1 Dieng dan Patuha sebesar Rp32,75 miliar (US$2,16 miliar).
Pengembangan panas bumi yang dilakukan oleh Geo Dipa juga sejalan dengan tujuan target energi berkelanjutan dan rendah karbon dari pemerintah. Badan Usaha Milik Negara ini menargetkan pemasangan 1.000 MW dari PLTP pada 2060.
“Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, energi panas bumi tidak bergantung pada situasi seperti energi yang dihasilkan oleh batu bara. Kami telah mengelola lapangan dengan kinerja yang baik sehingga dapat memasok listrik sebagai beban dasar. Jika dihitung, PLTP 60 MW dapat mengurangi emisi karbon setara dengan 400.000 ton per tahun,” kata Rio.
Rio berkeyakinan bahwa percepatan pengembangan panas bumi dapat dicapai melalui kombinasi regulasi yang mendukung dari pemerintah, pendanaan, serta penetapan rencana dan infrastruktur yang komprehensif baik untuk jangka panjang maupun jangka menengah.